Seorang gadis bernama Yuli menjadi hampir gila seusai lamaran kekasihnya ditolak oleh orangtuanya. Mimpinya untuk bersanding di pelaminanpun gagal hingga Yuli hampir kehilangan jiwanya serta wajib diobati dengan tutorial ruqyah.
"Mak… Aku minta kawin.” Suara itu terdengar parau menyayat hati, sepasang bola mata gadis malang itu terkesan membentuk lorong.
Nama gadis itu Yuli. Wajahnya yang ayu nampak muram, seolah cahaya di wajahnya sudah berangkat bersama separuh hatinya yang membikin ia semakin menyebut-nyebut kalimat “Mak, aku minta kawin” bak kaset rekaman yang rusak.
Terkadang, bila seorang berangkat dari nasib kami ia juga mengangkat separuh hati kami pergi. Yuli tengah bertarung melawan kesakitan itu, meraung-raung meminta separuh hatinya kembali supaya hatinya utuh. Tetapi, rindu Yuli bagaikan pungguk merindu rembulan, cinta yang sudah lama ia nantikan untuk disatukan dalam bahtera rumah tangganya kandas seketika saat ia wajib menghadapi kenyataan: Lamaran kekasihnya ditolak oleh orangtuanya. Saat ini sang gadis sarjana S1 itupun menghabiskan waktunya dengan kejiwaannya yang terganggu.
Kekecewaan mendalam terkesan di dua pasang bola mata orangtua Yuli. Mungkin mereka sangatlah merasa bersalah dengan apa yang mereka lakukan. Bunda Yuli mengerutkan dahinya, menatap nanar serta penuh harap lalu membuka mulutnya, “Tolonglah, Ustadz… Sembuhkan anak kami, Yuli… Kami kini ikhlas dirinya menikah dengan siapapun asalkan anak kami sembuh”
“Saya hanya bisa berdoa serta berikhtiar, Bu. Saya bakal mencoba meruqyah anak bunda semampu saya” jawab sang Ustadz tulus.
Iapun membikin suatu ramuan rendaman mujarab dari campuran daun bidara, daun sirih, jeruk nipis yang dicampur dalam seember besar air lalu meruqyahnya.
“Yuli, ke mari” Ucapnya seraya menuntunnya masuk ke dalam gentong berwarna berisi air.
Yuli menurut saja, tetapi langkah kakinya bagaikan mayat dalam ritual Ma’nene di Toraja. Terang sekali, ia bagaikan mayat berlangsung. Dalam hati sang Ustadz membatin, pastilah luka dalam jiwanya ini begitu dalam. Ia menjadi sangat iba pada Yuli. Saat proses meruqyahnya, dengan izin Allah, ia berusaha tulus ingin menyembuhkannya, ditambah orangtuanya sangat menumpukan harapannya pada sang Ustadz.
Berhari-hari sang Ustadz meruqyahnya dengan cara berkala. Lantunan demi lantunan ayat ruqyah dibacakan padanya, guyuran demi guyuran obat herbal sudah tandas untuk mengobati gadis itu. Alhamdulillah, seusai sesi ruqyah ke sekian kalinya, ketika Yuli membuka matanya seusai mengerjap-kerjap berbagai kali, tatapan matanya tidak lagi kosong. Allah sudah mengisi kembali kehampaannya dengan kasih sayang-Nya. Wajah Yuli pun menghangat serta cerah dengan semangat baru. Allah Maha Baik.
Pada satu peluang khusus Yuli akhirnya mencurahkan isi hatinya pada sang Ustadz. Airmatanya meleleh seketika wajahnya berusaha menahan luapan emosi yang membikin wajahnya merah padam.
“Ustadz, hatiku hancur sehancur-hancurnya… orangtuaku tidak menyetujuiku menikah dengan pria yang aku cintai, akhirnya entah mengapa dada ini terasa sangat nyeri, kepalaku terasa sangat sakit, serta aku kehilangan kesadaran. Aku baru terbangun kembali seusai berjumpa dengan Ustaz”
Ustadz lalu mengernyitkan dahinya, curahan hati Yuli serasa menohok ulu hatinya. Ia berbisik dalam hati, "Aku kurang beruntung darimu, Yuli. Aku sempat mencintai seseorang, tetapi belum hingga tangan ini hendak meraihnya, cintaku ia tolak mentah-mentah. Kau tetap sempat diperjuangkannya, Yuli, hanya saja terkadang takdir terbukti ganas melindas harapan. Membikin kami menjadi menganga-ngaga wajib menerima realita.
Cinta terbukti tidak rutin beres bahagia, terkadang apabila kami terlalu menghamba pada cinta manusia, kami lupa bakal cinta yang hakiki, cinta pada-Nya, hingga Dirinya menimpakan pedihnya ditinggal cinta, supaya andalan itu kembali ditumpukan kepada-Nya.
Agak lama Sang Ustadz menghabiskan waktu untuk menasihati Yuli supaya ia lebih kuat menata kembali kepingan-kepingan hatinya. Perkara patah hati terbukti tidak sempat mudah untuk diatasi.
Orangtua Yuli mengulum senyum, terharu, bahagia, serta luapan syukur terbit di wajah keduanya. Anak gadisnya sudah kembali menjejak bumi. Berulang kali orangtua Yuli mengucapkan terimakasih pada Ustadz saat mengantar pulang. Sebelum ia meninggalkan rumahnya ia menasihati orangtua Yuli supaya mencarikan jodoh yang dicintainya serta segera dinikahkan.
Segera seusai itu, orangtua Yuli menyelipkan amplop tebal di saku baju sang Ustadz dengan antusias. Uang. Uang tidak bakal bisa membeli cinta sejati. Biarlah cintaku terantung di langit tinggi. Ada 73 bidadari surga yang menanti diri yang bakal memperebutkan cinta sang mujahid yang syahid.
"Aku ikhlas dengan cobaan di dunia ini sebab jiwaku pun sesungguhnya terluka sebab tidak sempat berbalas cinta ini. Aku menonton arak-arak awan-gemawan sembari menutup pergumulan hati ini," ucap Sang Ustadz dalam hati.